Iklim Pembelajaran Tak Sehat: Pendidikan Indonesia Harus Berkolaborasi
Oleh : Tri Agung Bayu Ambarsari
Pembelajaran dari rumah ini berlaku mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga jenjang pendidikan tinggi. Berdasarkan surat edaran tersebut dalam pelaksanaan pembelajaran dari rumah banyak yang memilih menggunakan jejaring digital sebagai media dalam proses belajar mengajar atau lebih dikenal dengan sekolah daring ataupun kuliah daring. Hingga saat ini aplikasi seperti Zoom, Gmeet, Skype, Google Classroom, Edmodo dan masih banyak lagi aplikasi online yang digunakan dalam proses belajar mengajar selama masa darurat penyebaran COVID-19 di Indonesia.
Meskipun banyak media digital yang dapat dijadikan sebagai sarana untuk melaksanakan pembelajaran secara daring. Banyak pula kendala dalam proses pembelajaran secara daring ini. Mulai dari keterbatasan akses internet, pembengkakan biaya untuk paket data, serta banyaknya tugas online yang diberikan oleh pendidik tanpa adanya pendampingan pembelajaran yang semestinya.
Menumpuknya tugas online yang diberikan pendidik kepada peserta didik ini tentunya menjadikan beban tersendiri bagi peserta didik. Dimana peserta didik belum memahami materi pembelajaran tapi sudah dihidangkan tugas yang banyak serta deadline pengumpulan tugas yang begitu singkat. Belum lagi, karena pembelajaran dilakukan dari rumah atau study from home (SFH). Pembelajaran dari rumah membuat para pelajar mengalami kesulitan untuk konsentrasi secara maksimal karena selain belajar para peserta didik ini juga harus mengerjakan beberapa pekerjaan rumah yang tidak bisa diabaikan. Fenomena menumpuknya tugas online ini bukan hanya dirasakan oleh pelajar sekolah, bahkan mahasiswa juga terbebani dengan tugas online yang menumpuk dari dosen. Tugas online ini sempat menjadi trending di media sosial seperti twitter, banyak cuitan warga Twitter terutama yang masih berstatus pelajar maupun mahasiswa menyampaikan keluh kesah mereka mengenai pembelajaran daring yang hanya penuh dengan tugas dari guru ataupun dosen. Selain cuitan di Twitter para pelajar juga mengekspresikan keluh kesah mereka tentang pembelajaran daring dengan membuat video-video parodi yang diunggah ke laman media sosial.
Faktor utama yang mengakibatkan tidak efektifnya pembelajaran daring saat ini adalah kurangnya penguasaan dan penggunaan teknologi digital secara maksimal, baik itu oleh pendidik maupun peserta didik. Selain itu tidak adanya kesiapan bagi pendidik untuk mengalihkan pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran daring yang memanfaatkan media digital, hal itu didukung dengan tidak adanya kebijakan atau kurikulum mengenai pembelajaran secara daring. Berdasarkan hal tersebut menjadikan pendidik kalang kabut dalam melaksanakan proses pembelajaran yang berbasis dalam jaringan. Sehingga kebanyakan alternatif yang dipilih oleh para pendidik agar pembelajaraan dapat terus berjalan adalah dengan memberikan tugas pada peserta didik.
Dalam prakteknya kebanyakan para pendidik hanya memberikan materi dalam bentuk softlfile yang disertai dengan penugasan, tanpa adanya interaksi yang intensif dengan peserta didik. Kurangnya komunikasi dan interaksi antara pendidik dan peserta didik menjadikan iklim belajar yang tidak sehat. Hal tersebut menjadikan peserta didik kebingungan dengan materi yang dipelajari sekaligus merasa tertekan dengan penugasan yang tenggat waktu pengumpulannya singkat. Pasalnya masih sedikit sekali pendidik yang dapat menerapkan pembelajaran daring ini secara efektif.
Bila iklim pembelajaran yang tidak sehat ini terus berlangsung maka dapat dipastikan bahwa pembelajaran secara daring tidak akan berjalan. Selain itu, akan berdampak kepada peserta didik yaitu, mengalami stres akibat dari tenakan belajar baik dari model pembelajaran yang diaplikasikan oleh pendidik serta pengaruh dari lingkungan belajar. Oleh karena itu, agar terciptanya iklim pembelajaran yang baik selama masa darurat COVID-19 ini, semua elemen harus saling berkolaborasi dalam membentuk proses pembelajaran yang efektif dan menyenangkan bagi peserta didik. Dimulai dari tenaga pendidik, peserta didik, pemerintah, serta orangtua harus saling berkolaborasi dalam hal ini.
ditulis oleh:
Yunda Tri Agung Bayu Ambarsari
disunting oleh:
Yunda Anissatul Walid
dipublikasikan oleh:
Sekretaris Umum HMI KIP UMM
Komentar
Posting Komentar