Berpolitik? Siapa takut!

 

Foto: Eka Wijayanti

       Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk republik dan memiliki sistem pemerintahan presidensial dengan sifat parlementer. Dalam kehidupan bermasyarakat tidak lepas dari politik, sehingga politik dan sosial saling berhubungan. Hubungannya adalah masyarakat sebagai tokoh dalam berpolitik. Adanya persaingan dalam berpolitik memberikan dampak bagi masyarakat, sehingga menjadikan masyarakat enggan mendengar kata-kata politik.

        Padahal dalam kehidupan sehari-hari pasti memerlukan sistem berpolitik. Politik secara umum berarti cara bertindak dalam menghadapi atau menangani suatu masalah, sebagai contoh ketika kita ingin membeli buku yang kita suka, lalu uang untuk membeli buku tidak mencukupi, nah kemudian dengan cara apa agar uang kita tercukupi. Di situlah letak politiknya, bahwa dengan cara apa agar uang tersebut terkumpul, sehingga politik tersebut merupakan tunggangan untuk menangani masalah.Secara garis besar, politik itu menghadapi bahkan menangani masalah, namun mengapa yang semulanya mengerjakan atau membantu masalah menjadikan hal itu bertambah masalah?

        Banyak yang mengatakan bahwa politik itu kejam layaknya sebuah pisau yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Setiap hal yang berhubungan dengan politik, bagian atas selalu benar dan bawah selalu salah. Politik dijadikan keinginan untuk orang yang berjas dan berdasi. Suka atau tidak suka politik milik orang atas tanpa memperhatikan orang bawah. Mereka orang bawah tak menginginkan kemewahan, harta, uang, maupun kekayaan. Namun mereka hanya membutuhkan keadilan, kesetaraan, kesamarataan, keseimbangan, tanpa penindasan dan kepemihakan. Oleh karena itu, hukum bagi orang atas terlihat tumpul sedangkan bagi orang awam yang berada di bawah terasa sangat tajam.

        Politik itu pencitraan layaknya sebuah drama dalam panggung sandiwara. Hanya sebuah janji dalam pencapaian keinginan. Hanya sebuah ilusi dalam pengutaraan kekuasaan. Lebih mementingkan kepentingan pribadi tanpa melihat kepentingan orang lain dan lupa akan tugasnya. Banyak tokoh yang hanya koar-koar berdiskusi di televisi mencaci maki kinerja tanpa memberi solusi. Buat apa jika hanya mencemooh tanpa memberi contoh. Padahal yang dibutuhkan itu masukan dan solusi bukan sekedar cacian penuh emosi. Maka dari itu beberapa orang beranggapan bahwa politik hanya sekedar panggung sandiwara. Hingga pada akhirnya orang awam takut untuk berpolitik.

        Namun politik itu abu-abu, bukan politik yang kejam maupun hanya pencitraan tetapi oknum yang mencari sensasi dan menyudutkan politik sebagai tumbal aksi yang juga mengatasnamakan politik sebagai ketidakbecusan dalam memimpin dan mengatur segala urusan berpolitik.. Hanya mengandalkan kepopuleran itulah yang menjadikan politik abu-abu. Politik itu sendiri mementingkan nilai-nilai keadilan. Sifat dari politik adalah mencapai keadilan.

        Perlu diketahui bahwa politik memiliki poin-poin yang penting yaitu merupakan kehidupan yang bersifat keharusan. Semua orang pasti berpolitik, dibuktikan dengan semua orang pasti membutuhkan bukan sekedar menginginkan. Politik bukan tempat transaksional dimana segala sesuatunya digunakan untuk pemberesan dengan cara pesetujuan kedua belah pihak tanpan memeperhati korban yang akan terkena dampaknya. Poin selanjutnya, politik juga bukan berbicara tentang kekuasaan praktis, karena segala sesuatu yang praktis akan menggampangkan (membuat mudah) masalah. Selanjutnya, politik merupakan wadah keadilan, keseimbangan, kesetaraan, sehingga politik menjadi media bagi atas segala urusan dan tindakan. Politik tidak mengajarkan penindasan, bukan politik yang menindas tetapi oknum-oknum yang berperan sebagai penindas. Ketika berpolitik pasti akan ada sikap elitis dan arogan, sehingga harus sadar dan mampu menempatkan diri ketika berpolitik.

        Politik memiliki dua macam, politik identitas dan politik kelas. Politik identitas dimana hanya menggunakan simbol atau bendera sebagai penanda, dan juga hanya menggunakan organisasi untuk memperlihatkan tanda identitasnya. Sifat politik identitas ini adalah eksklusif yang artinya terpisah dari yang lain. Berbeda dengan politik kelas dimana politik ini aka nada dua perspektif yaitu jika ada yang menindas pasti ada yang tertindas. Sifat politik kelas ini adalah harus ada berkepemihakkan, sehingga akan ada perasaan senasib.

        Jadi dapat disimpulkan sedikit bahwa yang benar-benar salah bukan politik namun oknum-oknum yang beroperasi di dalamnya. Politik bukan merupakan keinginan tetapi kebutuhan. Semua manusia pasti berpolitik. Sifatnya politik adalah mencapai keadilan. Dalam berpolitik ada fungsi dan manfaat yang berbicara tentang manusia. Politik terdapat dua macam yaitu politik identitas dan politik kelas. Nah, ketika ditanya ‘ingin berpolitik?’ jawabnya harus ‘siapa takut!’. Ketika sanggup berpolitik inilah yang akan menjadi PR bagi para pengguna yaitu harus bertanggungjawab dan menangani media ini dengan seadil, seimbang, dan selaras mungkin. Politik yang baik mengikutsertakan publik, bukan sebagai kepribadian semata. Jangan takut untuk berpolitik, karena politik membawa kedamaian, untuk Anda siap berpolitik?



ditulis oleh:
Yunda Eka Wijayanti
disunting oleh:
-
dipublikasikan Ulang oleh:
Sekretaris Umum HMI KIP UMM

Komentar