Mengembangkan Potensi Diri dengan Ber-HMI

 

Foto: Kanda Priyaji Agung Pambudi sebegai Lulusan terbaik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammdiyah Malang

        Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah salah satu organisasi mahasiswa terbesar di Indonesia yang telah berusia 71 tahun. HMI telah melahirkan tokoh-tokoh berpengaruh dalam sejarah perjalanan bangsa. Prinsip, visi dan misi, serta konsistensi perkaderan membuat saya tertarik untuk mengembangkan potensi di HMI. Hal ini saya lakukan karena saya sadar bahwa kuliah saja tidak cukup untuk mengembangkan dan mengasah potensi yang saya miliki. Proses akademik di ruang-ruang kelas tidak akan lebih dari proses pembentukan dan pengembangan pola pikir atau hanya sebatas aspek intelektualitas semata. Sedangkan diluar sana kehidupan jauh lebih keras untuk ditaklukkan jika hanya bermodalkan intelektualitas. Tuhan maha adil karena telah menitipkan segenap potensi yang melekat dalam diri setiap hamba-Nya. Bukankah kita berdusta pada Sang Pencipta jika tidak berikhtiar untuk memaksimalkan potensi yang telah dianugrahkan-Nya? Lalu kemana kita akan mencari wadah untuk mengembangkan segenap potensi yang melekat dalam jiwa sebagai bentuk rasa syukur sekaligus agar kehidupan lunak dengan kita? Maka dengan yakin saya katakan HMI adalah tempatnya!

        Sebagai organisasi besar dengan kader-kader potensial, HMI selalu memberikan yang terbaik bagi kadernya. Di HMI banyak hal penting saya dapatkan mulai dari ideologi, politik, strategi, taktik, kemampuan manjemen waktu, manajemen konflik, public speaking, dan yang tidak kalah penting adalah memperluas silaturahmi/jaringan sosial. Hal ini penting karena penduduk adalah varibel kunci sekaligus aset jangka panjang dalam pembangunan (Heryanah, 2015). Dalam buku yang berjudul “Economics Development” karya Ray Debraj (1998) disebutkan bahwa terjadi simpal klausal (hubungan timbal balik) antara pembangunan perekonomian dan penduduk. Penduduk yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah pemuda-pemudi yang saat ini sedang berada di dalam gedung-gedung perjuangan nan mewah ber-Ac (read: kampus).

        Mahasiswa sebagai agen of change yang akan menentukan nasib bangsa di masa mendatang harus memiliki ideologi yang kokoh dan kemampuan yang mumpuni serta ditunjang dengan relasi sosial yang kuat dan menyeluruh. Hal tersebut saya pahami sebagai peluan dan tantangan di masa depan. Apabila terlena dengan kehidupan yang serba hedonis maka saya tidak akan menjadi bagian dari pembangunan bangsa. Oleh karena itu, saya memahami bahwa HMI adalah organisasi yang sangat tepat untuk mengoptimalkan dan memaksimalkan segenap potensi yang saya miliki.

        Berbagai hal yang saya dapatkan melalui ber-HMI tidak hanya sebatas kontekstual semata. Lebih dari itu materi yang diberikan diaplikasikan langsung dalam praktik baik di kampus maupun di masyarakat. Dengan demikian hal yang saya dapatkan di HMI sangat komprehensif. Inilah yang sebenarnya menjadi kebutuhan bagi mahasiswa selaku agen of change. Terlebih salah satu permasalahan Indonesia di masa depan adalah rendahnya kualitas penduduk (Kemenristekdikti, 2018). Persoalan ini dapat teratasi jika generasi muda/mahasiswa termasuk saya menyadari dan memahami bahwa kualitas SDM adalah kunci kemajuan suatu bangsa. Pemahaman dan kesadaran tersebut menjadi faktor internal yang mendorong kita untuk berproses dengan baik (menseimbangkan aspek akademis dan non akademis). Kedua hal tersebut harus diarusutamakan dalam berproses karena kemampuan akademik saja tidak cukup. Problematika bangsa dan dinamika kehidupan abad ke-21 harus diselesaikan dengan kemampuan multisidiplin berbasis pada relasi sosial yang kuat dan menyeluruh. Hal ini berkaitan dengan kemampuan berfikir secara radikal, strategi mumpuni, dan taktik yang apik adalah bagian penting untuk dapat diimplementasikan dalam menyelesaikan persoalan nasional maupun global.

        Iklim perkaderan yang dikembangkan oleh HMI menjadikan kadernya memiliki jiwa kepemimpinan, daya juang, daya saing, dan militansi yang tidak perlu diragukan lagi. Prinsip-prinsip tersebut terus diasah selama menjadi kader HMI, sehingga semakin lama berproses di HMI kompetensi yang dimiliki semakin komprehensip dan mumpuni. Jika seluruh prinsip tersebut dapat terinternalisasi dengan baik maka seseorang akan tumbuh menjadi generasi penerus bangsa yang mampu menjawab tantangan zaman. Oleh karena itu, kader HMI selalu menjadi orang yang berpengaruh di lingkungannya.Seluruh hal tersebut saya pahami dengan baik sewaktu berproses di HMI, oleh karenanya saya ber-HMI dengan sepenuh hati.

        Saya mengakui bahwa HMI telah memberikan warna yang berbeda dalam perjalanan hidup ini. Banyak sekali hal yang saya dapatkan di HMI dan tidak saya temukan sewaktu berproses di organisasi atau lembaga lain. Pada dasarnya HMI adalah organisasi yang sangat tepat bagi generasi muda sebagai wadah untuk menempa diri dengan segenap potensi yang dimilikinya. Terlebih di HMI terdapat beberapa lembaga profesi yang sangat menunjang pengembangan diri. Pengembangan diri menjadi hal yang penting untuk dilakukan karena pengelolaan diri yang baik akan mendorong seseorang untuk dapat berkembang secara ideal (Lin et al., 2018). Hal tersebut adalah faktor kunci untuk memanfaatkan bonus demografi Indonesia 2030. Melalui perkaderan yang konsistens HMI adalah pencetak pemimpin-pemimpin bangsa.

        HMI adalah bagian hidupku, Nilai Dasar Perjuangan yang ditanamkan akan terus melekat sampai kHMI adalah bagian hidupku, Nilai Dasar Perjuangan yang ditanamkan akan terus melekat sampai apanpun. Nilai-nilai tersebut menjadi bagian dari semangat hidup setiap kader HMI untuk terus berjuang demi mensejahterakan ummat dan bangsa. Berkat HMI saya dapat melakukan banyak hal positif baik di dalam maupun di luar kampus. Di HMI saya belajar banyak hal dari senior yang penuh dengan segudang ilmu dan pengalaman. Sebagai seorang mahasiswa, kader HMI tidak akan kehilangan “Ruh” yakni Tri Dharma Perguruan Tinggi yang mencakup Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat. Sebagai mahasiswa, Tri Dharma tersebut adalah ruh yang harus melekat dalam diri. Jika ketiganya tak menyatu dalam diri, maka kita bukanlah bagian dari dunia Perguruan Tinggi, bukan bagian dari insan yang berjuang memajukan bangsanya, bukan bagian dari insan yang berjuang mensejahterakan masyarakatnya.

        Saya membuktikan bahwa berorganisasi baik di dalam maupun di luar kampus bukan menjadi soal yang menghambat akselerasi kompetensi akademik. Tidak ada alasan bahwa organisasi akan menjadi spasi dalam upaya memperdalam kompetensi keilmuan. Justru organisasi akan menunjang dan memperkuat kompentensi keilmuan yang kita tekuni. Berorganisasi juga memperluas dan memperkuat relasi sosial seseorang.  Relasi sosial tersebut menjadi modal dan dukungan bagi seseorang untuk mewujudkan tujuan hidupnya (Amati et al., 2018). Oleh karena itu, HMI adalah rumah yang menjadi tempat saya untuk berproses guna mewujudkan cita dan mimpi.

        Hari ini saya adalah bagian dari civitas akademik UI dan HMI selalu di hati. HMI menjadi bagian penting dari langkah saya hingga berada di UI, terlebih untuk Beasiswa Unggulan yang saya dapatkan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Beasiswa tugas akhir yang saya dapatkan dari UI juga tak terlepas dari peran dan tempaan selama berproses di HMI. Berbagai pendanaan penelitian dan pengabdian masyarakat yang saya dapatkan dari UI dan DIKTI juga berkat ilmu yang saya dapatkan di HMI. Intinya bahwa HMI adalah bagian dari hidupku. HMI ibarat katalisator reaksi kimia dalam mewujudkan cita dan mimpi. Tanpa HMI belum tentu saya “berada di sini” dan mampu mencapai titik ini.
        Oleh karena itu, jelas bahwa HMI berperan mempertegas dan memperkokoh posisi sebagai seorang “mahasiswa”. Bahkan sampai kapanpun Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada masyarakat akan terus saya lakukan sebagai ikhtiar untuk mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhai Allah. Prinsip itu melekat kuat dalam jiwa salah satunya karena HMI. Oleh karena itu, saya dan kader HMI pasti memiliki stabilitas di ranah akademik dan non akademik. Hal tersebut menjadi modal utama seseorang untuk dapat bersaing di kancah global sehingga filosofis Jawa yang menyatakan bahwa “Urip iku Urup” benar-benar dapat diwujudkan.


Referensi
    Amati, V., Meggiolaro, S., Rivellini, G., & Zaccarin, S. (2018). Social relations and life satisfaction: the role of friends. Genus, 74(1): 7
    Heryanah. (2015). Ageing Population dan Bonus Demografi Kedua Di Indonesia. Popuasi, 23(2): 1-16
    Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. (2018). Pendalaman Materi Geografi: Modul 23 Permasalahan Kependudukan dan Bonus Demografi. Jakarta: Kemenristekdikti
    Lin, J.L.L., Chan, M., Kwong, K., & Au, L. (2018). Promoting positive youth development for Asian American youth in a Teen Resource Center: Key components, outcomes, and lessons learned. Childrean and Youth Services Review, (91): 413-423
    Ray, D. (1998). Economics Development. New Jersey: Princeton University Press.





ditulis oleh:
Kanda Priyaji Agung Pambudi
disunting oleh:
-
dipublikasikan ulang oleh:
Sekretaris Umum HMI KIP UMM 

Komentar