Revitalisasi Pemikiran Nurcholis Madjid dan Relevansinya dalam Aspek Keagamaan serta Modernisasi Kehidupan

Foto: Fathin Najla tengah mengisi materi
pada agenda HMI

Abstrak
        Islam semakin diharapkan tampil dengan tawaran-tawaran kultural yang produktif dan konstruktif, serta mampu menyatakan diri sebagai pembawa kebaikan untuk semua, tanpa eksklusifisme komunal. Nilai-nilai universal selalu ada pada inti ajaran agama yang mempertemukan seluruh umat manusia. Nilai-nilai universal itu harus diikatkan kepada kondisi-kondisi nyata ruang dan waktu agar memiliki kekuatan efektif dalam masyarakat, sebagai dasar etika sosial. Islam hadir sebagai agama yang sarat akan nilai ketauhid-an namun tidak melupakan ajaran moral serta etika bersosial. Nurcholis Majid hadir dengan pemikiran yang substansial sesuai ajaran namun terbuka, membawa nilai-nilai islam menjadi sebuah nilai kehidupan yang sangat relevan dengan modernisasi kehidupan pada setiap era.

Pendahuluan
        Modernisasi dalam kehidupan selalu identik dengan westernisasi (Budaya barat) yang diikuti sebagai pola kehidupan. Namun Nurcholis Majid hadir dengan pemikiran yang berbeda bahwa modernisasi tidak selalu identik dengan westernisasi. Menurut beliau westernisasi dan modernisasi punya konsep dan pola yang berbeda. Sisa-sisa sejarah perlawanan antara umat islam dan bangsa barat menyisakan sebuah identitas yaitu “Barat” yang secara arbiter identik dengan kemajuan dan rasionalitas dengan perkembangan zaman, sedangkan “Timur” yang identik dengan konotasi ketakhayulan dan keterbelakangan.
        Barat dianggap membangkitkan citra, perkasa, dan memiliki keunggulan. Tentu saja memiliki hak istimewa sepanjang perkembangan sejarah. Setelah barat mendominasi zaman yang modern, dunia dibagi dalam tiga kelompok yaitu primitif, Timur, dan Barat yang menanjak. yang pertama “primitif” dianggap tidak memiliki sejarah karena tidak memiliki karya tulis ataupun monument sebagai peninggalan. Yang kedua “Timur” dapat membanggakan karya tulis serta monument, namun tidak memiliki mobilitas sosial dan pemerintahan yang representatif. dan yang ketiga “Barat” hanya Barat yang menanjak yang memperoleh warisan Yunani kuno melalui katalis reformasi dan pencerahan, mampu mendukung kebenaran, kebebasan, dan kemajuan dan karena itulah mampu mencapai titik modernitas yang kemudian mengantarkannya menjadi bagian yang mendominasi dunia.
        Modernisasi kehidupan tidak lepas dari agama islam yang universal, agama yang paling banyak mencakup berbagai ras dan golongan, dengan kawasan pengaruh yang hampir meliputi seluruh klimatologis dan geografis. Yang terpenting dalam pandangan Islam pada manusia ialah alam atau kemanusiaan itu sendiri. Sama dengan setiap kenyataan alami kemanusiaan, manusia tidak terpengaruh oleh zaman dan tempat. Maka karena Islam berurusan dengan alam dan kemanusiaan itu, ia ada dalam kehidupan manusia dan bersama manusia, dan berarti tidak ada pembatas baik ruang ataupun waktu serta kualitas lahiriah dalam hidup manusia.
        “Islam adalah agama yang universal” mengatakan islam sebagai agama yang universal kedengarannya akan sama dengan mengatakan bahwa bumi itu bulat. Hal itu benar untuk masa akhir-akhir ini, ketika ide dalam ungkapan itu sering dikemukakan orang, baik untuk sekedar bagian dari suatu apologia maupun untuk pembahasan yang sungguh-sungguh. Walaupun begitu, mungkin benar apabila dikatakan bahwa tidak semua orang menyadari hakikat dari universalisme islam itu sendiri, apalagi implikasinya dalam bidang-bidang yang lebih luas.
        Oleh karena itu klaim modernisasi barat merupakan lanjutan peradaban islam bukanlah mengada-ada, sekalipun sering dinyatakan dalam bahasa-bahasa apologetic yang kurang mengesankan, sebab, dahulu modernisasi di barat memperoleh momentumnya pada abad ke 18, namun benih-benih nilainya telah tertanam sejak abad ke 16, abad dimana bangsa barat relatif menerima rasionalitas ilmu pengetahuan setelah mereka dilanda krisis ke-agamaan yang luar biasa akibat “subversi” Averoisme Latin selama sekitar dua abad. Sedangkan Averoisme merupakan hasil pemikiran Ibnu Rusyd yang penuh rasionalitas berdasarkan Aristotelianisme yang telah mengalami “pengislaman”.

Pembahasan
        Agama Islam merupakan agama yang universal, didalamnya selain aspek ketuhanan yang diutamakan namun juga tentang kemanusiaan. Bagaimana umat islam menghadapi tantangan modernitas yang terus berkembang dalam kehidupan tentu tidak mutlak tertulis secara tekstual, namun nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran islam akan selalu berkembang seiring berkembangya zaman dan kehidupan. Al-qur’an tidak akan pernah bisa berubah secara tekstual, tidak akan pernah menjadi tidak relevan pada setiap zaman, namun nilai-nilai ke-universalan yang terkandung di dalamnya akan selalu melampaui hasil rasionalitas pikiran dan perspektif manusia.
        Meski dalam sejarah modernitas dunia, agama islam sempat dianggap sebagai agama yang dikesampingkan dalam perkembangan mobilitas dan kemajuan, bahkan sempat agama Kristen yang dianggap sebagai gerbang pembuka dan lebih relevan terhadap kemajuan dan perkembangan, namun historikal berhasil membuktikan bahwa justru kristenisasi yang memberikan dampak-dampak yang menghambat kemajuan berpikir dan modernitas itu sendiri yaitu berupa tindakan inkuisitif yang sama sekali tidak dikenal dalam sejarah islam.
        Berkaca pada perkembangan pendidikan di Indonesia pada zaman politik etis Belanda masih diberlakukan, bagaimana perkembangan kedua pihak organisasi Islam kala itu membuka jalan untuk memajukan pendidikan. Muhammadiyah dengan berusaha memunculkan nilai-nilai modernitas meskipun sempat menuai kontroversi yang kuat, NU yang sarat dengan nilai-nilai konservatis dalam pengajarannya. Kedua golongan ini memiliki konsep yang berbeda, NU bertahan dengan merawat kebudayaannya yang mengagungkan nilai-nilai luhur dalam menuntut ilmu di dunia pesantren, sedangkan pada saat itu Muhammadiyah yang di gawangi KH. Ahmad Dahlan memulai kiprahnya dengan berani menerima bantuan dana dari pihak Hindia-Belanda, dan mendirikan sekolah-sekolah yang secara fasilitas semakin diperbarui mengikuti gaya belanda.
        Hingga akhirnya beliau memutuskan untuk keluar dari SI (Serikat Islam) karena didalamnya banyak sekali yang menentang konsep dan pergerakan KH. Ahmad Dahlan, beliau memulai pergerakannya dari MASYUMI, karena mustahil perkembangn itu akan dicapai tanpa unsur politis dan terlebih beliau juga membaca bahwa orang-orang yang saat itu berpotensi menerima modernisasi dengan terbuka ada di dalam perkumpulan tersebut. Apabila pada Zaman tersebut KH.Ahmad Dahlan tidak memulai pergerakan pembaharuan melalui jalur tersebut maka bisa dipastikan keadaan pendidikan umat islam di Indonesia sekarang besar kemungkinan masih terbelakang dan belum mencapai standarisasi.
        Hal demikian merupakan salah satu yang relevan menurut konsep pemikiran Nurcholis Majid dalam memaknai modernisasi dan westernisasi. Modernisasi memiliki capaian dan konsep yang berbeda dengan westernisasi. Modernisasi adalah bagaimana memberikan keadaan terbaru yang sesuai dengan perkembangan zaman, sedangkan westernisasi merupakan pemujaan terhadap Barat yang berlebihan.
        Apabila kita tarik kembali kedalam sejarah, maka yang telah diberikan identitas sebagai bagian yang membawa nilai-nilai kemajuan tercakup pada dunia Barat, namun setiap hal pembaharuan yang terjadi bukan semata karena kita mengacu atau mengikuti budaya Barat yang sarat makna dengan “Modernitas”, meskipun jika ditinjau kembali kemajuan Barat merupakan bagian dari perjuangan umat Islam sebagai pemberi gagasan. Modernisasi dalam kehidupan harus terus diasah dan diterima dengan keterbukaan. Konsep agama Islam yang universal artinya tidak menghambat manusia dan umatnya untuk terus berkembang.
        Kondisi objektif kehidupan yang terus menuntut setiap individu untuk berkembang dan mengikuti kemajuan zaman kadang kerap menuai berbagai problematika, baik dalam bentuk perkembangan secara hal-hal yang bersifat material dalam hidup maupun aspek mistika dalam beragama yang menyangkut pautkan Tuhan sebagai pemilik alam semesta. Aspek keagamaan dan aspek kehidupan adalah dua hal yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan, terlebih bagi agama islam. Mengapa demikian, dikarenakan Agama Islam merupakan agama universal yang menaungi seluruh aspek yang ada didalam alam semesta, sedangkan kehidupan semakin hari semakin berbeda, ajaran-ajaran agama yang disampaikan pun dengan cara dan metode yang berbeda, lalu apakah hal demikian termasuk ke dalam modernitas atau justru menyalahi aturan agama?
        Modernitas merupakan sebuah perkembangan yang mencakup perkembangan pola berfikir juga, seperti dalam beberapa bait diatas penulis telah memberikan gagasan bahwa seluruh ajaran agama yang tertulis di dalam al-qur’an secara tekstual tidak akan pernah berubah karena sifatnya mutlak secara tekstual, namun tidak dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Al-qur’an akan selalu relevan dengan perkembangan zaman namun nilai-nilainya akan diinterpretasikan sesuai dengan pemahaman dan kondisi. Untuk itulah adanya kitab-kitab penunjang selain al-qur’an seperti ushul fiqh, bulughul maram, fiqh bidayah dan lain sebagainya, untuk memberikan perbandingan dan tafsiran pemahaman nilai-nilai yang terkandung di dalam al-qur’an agar tidak dimaknai dengan kaku, karena agama islam sendiri sarat akan nilai-nilai toleransi dan kemanusiaan.
        Iman itu melahirkan tata nilai berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa (Rabbaniyah/semangat ketuhanan) yaitu tata nilai yang dijiwai oleh kesadaram bahwa hidup ini berasal dari Tuhan dan menuju kepada Tuhan. Selain itu Tuhan adalah pencipta wujud yang lahir dan batin, dan telah menciptakan manusia sebagai puncak ciptaan untuk diangkat menjadi khalifah di bumi. Semua agama yang dibawa oleh para nabi itu benar, pembahasan terkhusus pada agama yang di bawa oleh nabi Ibrahim yang kerap disebut sebagai (nalar ibrahamik) yang mengajarkan manusia untuk berserah diri dengan tulus, dan sebuah konsep ketuhanan bahwa Tuhan adalah wujud mutlak, yang menjadi sumber wujud yang lain. Karena itu mengetahui Tuhan secara material sangat mustahil karena terdapat kontradiksi dan terminus, yaitu kontradiksi antara mengetahui yang mengisyaratkan penguasaan dan pembatasan, dan Tuhan yang mengisyaratkan kemutlakan , keadaan tak terbatas dan tak terhingga.
        Salah satu kelanjutan prinsip ketuhanan adalah paham kemanusiaan, yaitu seluruh umat manusia dari segi harakat dan martabat asasinya adalah sama. Sehingga manusia menjadi mahluk moral, yaitu bertanggung jawab sepenuhnya atas segala perbuatan nya. Pengetahuan manusia itu bersifat terbatas, oleh karena itu semua manusia dituntut untuk bersikap rendah hati untuk mengakui adanya kemungkinan orang lain memiliki kapasitas ilmu yang lebih tinggi. Manusia merupakan mahluk yang hidup dengan berdemokrasi, kekuatannya diperoleh karena hakikat kesuciannya yang mendasar pada sifatnya yang Hannief, berpotensi pada kebaikan dan kebenaran.
        Dari beberapa pernyataan di atas maka semua agama yang di bawa oleh para nabi memiliki pengajaran yang bersifat positivisme dan benar pada hakikatnya adalah al-islam yakni, semua mengajarkan sikap pasrah kepada Tuhan Yang Maha esa. Sering kali kita dapati bahwa banyak sekali dalam kitab suci, menegaskan bahwa agama yang di bawa sebelum Nabi Muhammad SAW semua merupakan al-islam, karena inti dari pada agama yang di bawakan semua adalah ajaran tentang sikap pasrah kepada Tuhan. Maka dalam hal inilah agama yang di bawa oleh Nabi Muhammad saw secara sadar di sebut Islam. Akan tetapi bukan karena agama islam berdiri sendiri, namun islam tampil dalam rangkaian al-islam dari agama-agama yang mendahuluinya.
        Jika di korelasikan, bahwa prinsip sikap pasrah dalam arti luas maka akan berkesinambungan dengan sikap pasrah kepada Tuhan, yakni merupakan hakikat dari seluruh alam, artinya pasrah kepada ciptaan dari Penciptanya. Hal ini di tegaskan dalam alqur’an surat Fushshilat/41;11 , yang artinya:
Kemudian Dia (Tuhan) menyempurnakan ciptaan langit, dan langit itu (seperti) asap, lalu berfirman kepadanya lalu kepada bumi “ Datanglah, (tunduklah, pasrah) kamu berdua, dengan taat atau terpaksa, maka jawab keduanya itu “ kami datang dengan taat”
        Dalam hal ini maka ketaatan Langit dan bumi kepada penciptanya adalah kepasrahan atau al-islam, keislaman. Maka inilah yang menjadi keteraturan kepada hukum alam sehingga menjadi pedoman dan digunakan oleh manusia sebagai pengetahuan hukum-hukum (ilmu pengetahuan). Kaitannya dengan penciptaan ialah, semua tercipta dari bahan langit dan bumi, begitu pun manusia. Dengan begitu dengan sadar bahwa bahan dari ciptaan ialah bersikap tunduk dan pasrah kepada sang Pencipta yaitu Tuhan. Namun berbeda dengan manusia. Sikap pasrah manusia kepada Tuhan bukan secara otomatis seperti benda-benda mati, akan tetapi kepasrahan manusia kepada Tuhan mempunyai pilihan dan keputusannya sendiri. Kepasrahan terhadap Tuhan ialah pilihan sikap terbainya(pahala), dan tanpa ada sikap demikian ialah pilihan buruk(dosa), hal ini manusia merupakan makhluk moral.
        Pembicaraan tentang manusia yang modern dalam memaknai hidup merupakan sebuah pembahasan panjang dan luas, karena menyangkut persoalan yang begitu penting. Seluruh sejarah umat manusia adalah sebuah runtutan usahanya untuk menemukan makna hidup. Sebab dengan memiliki rasa dan kesadaran tentang memaknai hidup maka secara tidak langsung kebahagiaan akan terwujud, baik secara individual maupun sosial. Dalam (Majid, Pemikiran Islam dalam Kanvas Peradaban, 1825) dikatakan bahwa manusia modern menghadapi persoalan makna hidup karena beberapa hal, diantaranya ialah tekanan yang amat berlebihan dalam segi material kehidupan. Kemajuan dan kecanggihan mewujudkan keinginan memenuhi hidup material yang merupakan ciri utama pada zaman modern.
        tentu saja makna kehidupan yang modernisasi memiliki dampak yang bermacam, baik dari segi positif maupun negatif. Tentu saja modernisasi merupakan sebagian dari perkembangan pola pikir dan wujud perkembangan wawasan peradaban, namun pada sisi yang berkebalikan Nurcholis Majid juga mengungkapkan bahwa modernisasi memberikan dampak yang konsumtif secara material dalam menjalani kehidupan. Karena kehidupan Modernisasi identik dengan memenuhi segala hal yang bersifat material. Ukuran sukses dalam kehidupan manusia modern biasanya hanya diperlihatkan melalui penampilan secara lahiriah dalam kehidupan material. Maka dengan terus berkembang pesatnya dunia modern ini dengan berbagai pemaknaan hidup diperlukan sisi ketuhanan yang cukup dominan untuk mengatur arah gerak hidup agar tidak terjerumus ke dalam makna yang menyimpang atau hanya bersifat duniawi.
        Apresiasi yang sejati terhadap nilai ketuhanan dengan sendirinya menghasilkan apresiasi sejati terhadap nilai kemanusiaan. Ketuhanan tanpa kemanusiaan dikutuk oleh Tuhan sendiri dan Kemanusiaan Tanpa ketuhanan bagaikan fatmorgana (Majid, Pemikiran Islam dalam Kanvas Peradaban, 1825). Pada dasarnya apabila mengacu pada kisah Nabi Adam, bahwa manusia diberi kebebasan yang utuh dalam menjalani hidup namun tidak boleh melanggar aturan-aturan yang lebih tinggi ataupun hal-hal yang dilarang. Adam dan Hawa diberikan kebebasan untuk memakan seluruh buah yang ada di kebun dengan sesuka hati mereka, namun dilarang untuk mendekati sebuah pohin tertentu. Artinya manusia tercipta dengan nilai kebebasan namun dengan dibatasi aturan yang lebih tinggi yang sifatnya tidak boleh dilarang. Sama halnya dengan manusia yang diciptakan Tuhan di dunia ini, setiap manusia berhak menjalani hidupnya sesuai dengan kebebasan yang didapatkannya asalkan tidak melanggar aturan yang lebih tinggi yaitu hukum-hukum agama yang diciptakan Tuhan itu sendiri.
        Dengan kebebasan yang dimiliki manusia serta aturan-aturan yang mengikatnya dalam hidup sebenarnya telah cukup menjelaskan batasan-batasan dan pola hidup manusia. Namun hari ini konsep dan taraf keimanan setiap orang cenderung kalah terhadap rasio (akal) dan perkembangan keilmuan. Bahwa manusia yang telah diciptakan bebas dengan beberapa aturan tertentu cenderung terus menuntut kebebasan untuk menjalani hidup. Contoh sederhananya semisal dalam ilmu kedokteran narkoba diciptakan sebagai sebuah obat untuk penyakit tertentu dan dilarang dikonsumsi bebas karena dapat memabukkan dan menimbulkan efek yang tidak baik, dan agama Islam pun jelas melarang mengkonsumsi hal-hal yang bersifat banyak mengandung mudhorot, dan memabukkan. Namun dengan dalih bentuk salah satu modernitas (Perkembangan pola pikir) maka banyak orang yang menganggap itu lumrah dan bisa ditanggulangi.
        Hal demikian berkesinambungan dengan konsep pemikiran Nurcholis Majid bahwa kehidupan modern cenderung berkutat pada material dan segala bentuk hal yang bersifat lahiriah. Tentu saja banyak kemungkinan yang akan terjadi tanpa keimanan yang kuat dalam aspek keagamaan. Karena manusia hadir di Bumi sebagai khalifah yang bisa dikatakan memiliki kedudukan yang tertinggi, namun juga bisa berubah menjadi yang paling terendah. Penciptaan manusia di Bumi sebagai Khalifah sesuai dengan tugasnya sebagai wakil yang menjalankan mandat atau tugas yang diberikan Allah kepadanya.
“Dan Dialah (Tuhan) yang menjadikan kamu sekalian khalifah-khalifah di bumi, dengan mengangkat sebagian dari kamu diatas sebagian lain beberapa derajat, agar supaya dia menguji kamu berkenaan dengan sesuatu (kelebihan) yang dikaruniakan-Nya kepadamu itu…” (QS. 6. 165). Maka dari itu kelak manusia pasti akan dimintai pertanggung jawaban terhadap mandate atau tugas yang telah diberikan Tuhan kepadanya.
        Seluruh ibadah dalam agama Islam memiliki tendensi untuk membina hubungan yang baik dengan Allah (Tuhan). Hubungan tersebut akan menjadi intensif apabila kita mampu menghayati nama-nama dan sifat-sifatnya yang baik. Allah menciptakan manusia dengan dilengkapi akal agar mampu membdedakan mana yang baik dan benar, tentu dalam persoalan apapun. Kita boleh menjadi seseorang yang maju dalam berfikir, namun selama kita mengesampingkan aspek keagamaan kita dalam beriman maka sesungguhnya akan sia-sia gelar khalifah yang telah Tuhan titipkan kepada manusia. Modernitas akan selalu tampil dengan segala material yang bentuknya terus terbarukan dan semakin membuat manusia lupa bahwa kebebasan yang diberikan kepada manusia dalam menjalani hidup terbatas dan dibatasi dengan aturan-aturan yang lebih tinggi, yaitu Agama.

Kesimpulan
        Modernisasi kehidupan tidak lepas dari agama islam yang universal, agama yang paling banyak mencakup berbagai ras dan golongan, dengan kawasan pengaruh yang hampir meliputi seluruh klimatologis dan geografis. Yang terpenting dalam pandangan Islam pada manusia ialah alam atau kemanusiaan itu sendiri. Sama dengan setiap kenyataan alami kemanusiaan, manusia tidak terpengaruh oleh zaman dan tempat. Maka karena Islam berurusan dengan alam dan kemanusiaan itu, ia ada dalam kehidupan manusia dan bersama manusia, dan berarti tidak ada pembatas baik ruang ataupun waktu serta kualitas lahiriah dalam hidup manusia. Modernisasi memiliki capaian dan konsep yang berbeda dengan westernisasi. Modernisasi adalah bagaimana memberikan keadaan terbaru yang sesuai dengan perkembangan zaman, sedangkan westernisasi merupakan pemujaan terhadap Barat yang berlebihan.
Iman itu melahirkan tata nilai berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa (Rabbaniyah/semangat ketuhanan) yaitu tata nilai yang dijiwai oleh kesadaram bahwa hidup ini berasal dari Tuhan dan menuju kepada Tuhan. Selain itu Tuhan adalah pencipta wujud yang lahir dan batin, dan telah menciptakan manusia sebagai puncak ciptaan untuk diangkat menjadi khalifah di bumi. Semua agama yang dibawa oleh para nabi itu benar, pembahasan terkhusus pada agama yang di bawa oleh nabi Ibrahim yang kerap disebut sebagai (nalar ibrahamik) yang mengajarkan manusia untuk berserah diri dengan tulus, dan sebuah konsep ketuhanan bahwa Tuhan adalah wujud mutlak, yang menjadi sumber wujud yang lain. Karena itu mengetahui Tuhan secara material sangat mustahil karena terdapat kontradiksi dan terminus, yaitu kontradiksi antara mengetahui yang mengisyaratkan penguasaan dan pembatasan, dan Tuhan yang mengisyaratkan kemutlakan , keadaan tak terbatas dan tak terhingga.
        Salah satu kelanjutan prinsip ketuhanan adalah paham kemanusiaan, yaitu seluruh umat manusia dari segi harakat dan martabat asasinya adalah sama. Sehingga manusia menjadi mahluk moral, yaitu bertanggung jawab sepenuhnya atas segala perbuatan nya. Pengetahuan manusia itu bersifat terbatas, oleh karena itu semua manusia dituntut untuk bersikap rendah hati untuk mengakui adanya kemungkinan orang lain memiliki kapasitas ilmu yang lebih tinggi. Manusia merupakan mahluk yang hidup dengan berdemokrasi, kekuatannya diperoleh karena hakikat kesuciannya yang mendasar pada sifatnya yang Hannief, berpotensi pada kebaikan dan kebenaran.
        Seluruh ibadah dalam agama Islam memiliki tendensi untuk membina hubungan yang baik dengan Allah (Tuhan). Hubungan tersebut akan menjadi intensif apabila kita mampu menghayati nama-nama dan sifat-sifatnya yang baik. Allah menciptakan manusia dengan dilengkapi akal agar mampu membdedakan mana yang baik dan benar, tentu dalam persoalan apapun. Kita boleh menjadi seseorang yang maju dalam berfikir, namun selama kita mengesampingkan aspek keagamaan kita dalam beriman maka sesungguhnya akan sia-sia gelar khalifah yang telah Tuhan titipkan kepada manusia. Modernitas akan selalu tampil dengan segala material yang bentuknya terus terbarukan dan semakin membuat manusia lupa bahwa kebebasan yang diberikan kepada manusia dalam menjalani hidup terbatas dan dibatasi dengan aturan-aturan yang lebih tinggi, yaitu Agama.

Daftar Pustaka
Majid, Nurcholis. (2012). Pemikiran Islam dalam Kanvas Peradaban. Democracy Project, 2083-2090.
Majid, Nurcholis. (1998). Islam dan Doktrin Peradaban. Penerbit Paramadina, 4023-4030.
Tarigan, Azhari Akmal. (2007). Islam Mazhab HMI. Penerbit Kultura, 23-53.
Majid, Nurcholis. (2008). Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, Penerbit Mizan 305-311.
Wijoyo, Kunto. (2017). Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia.
Kurniawan, Syamsul. (2011). Neo Modernisasi Islam Nurcholis Majid. Jakarta: Jurnal Khatulistiwa.
Abdullah, Syamsudin. (2017). Pemikiran Kalam Nurcholis Majid dan Relevansinnya dalam Pemikiran Modern di Indonesia. Jakarta: Jurnal At-Tadabur.
Fazillah, Nur. (2017). Konsep Civil Society Nurcolis Majid dan Relevansinya dengan kondisi Masyarakat Indonesia Kontemporer. Jakarta; Jurnal Al-Lub.
Khoirudin, Azaki. (2017). Sains Islam berbasis Nalar Ayat-Ayat semesta. Jakarta: Jurnal Unida.







ditulis oleh: 
Yunda Fathin Najla
disunting oleh: 
-
dipublikasikan oleh: 
Sekretaris Umum HMI KIP UMM

 


Komentar