Banyaknya Gejala Disleksia di Daerah Tertinggal
oleh: Anissatul Walid
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, karena dengan adanya pendidikan kita bisa mengetahui berbagai ilmu pengetahuan. Tentunya hal ini tidak lepas dari proses pembelajaran, namun kebanyakan orang di daerah terpencil berfikir bahwa pendidikan itu tidak terlalu penting mereka hanya memikirkan untuk mencari uang saja tanpa memikirkan pentingnya pendidikan. Bukan hanya faktor pemikiran dari masyarakat saja tetapi faktor dari pemerintah juga sangat berpengaruh, karena kurang meratanya pantauan pendidikan di daerah tertinggal, pemerinah hanya fokus di daerah-daerah yang dekat dengan pusat pemerintahan saja. Oleh sebab itu banyak anak-anak yang putus sekolah dan akhirnya mereka tidak memiliki pengetahuan yang luas sehingga hanya memikirkan tentang pekerjaan saja, bahkan kebanyakan anak-anak usia 7 sampai 8 tahun banyak yang tidak mau bersekolah ditingkat sekolah dasar dan hanya bermain saja. Bahkan orang tuanya pun tidak mendukung anak tersebut untuk bersekolah. Hal ini yang menjadi masalah banyaknya anak yang mengalami Disleksia. Pemerintah juga tidak tanggap dalam hal ini, mereka hanya membiarkannya saja tanpa memberikan adanya sosialisasi atau pun solusi untuk permasalahan Disleksia ini. Akhirnya Disleksia pun semakin meluas dan mengakibatkan daerah tersebut semakin tertinggal tentang ilmu pendidikan. Harusnya pemerintah lebih memperhatikan berbagai daerah terpencil yang ada di seluruh Indonesia karena hal tersebut akan mengakibatkan semakin meluasnya Disleksia, dan lama-kelamaan akan meluas ke seluruh pelosok negeri sehingga membuat anak-anak Indonesia semakin menurun akan ilmu pendidikan dan rendahnya moral generasi penerus bangsa. Sehingga generasi penerus bangsa Indonesia dimasa depan akan tertinggal oleh berbagai teknologi canggih yang dapat memajukan negeri dan semakin tertinggal jauh oleh negara-negara berkembang yang lainnya. Hingga akhirnya membuat bangsa Indonesia semakin terpuruk dan semakin tertinggal.
Dewasa ini semakin banyak media noncetak (Televisi) telah menggantikan media cetak (buku), kemampuan membaca masih memegang peranan penting dalam kehidupan manusia modern. Dengan kemajuan ilmu teknologi yang sangat pesat, manusia harus terus menerus memperbarui pengetahuan dan keterampilannya. Pengetahuuan dan keterampilan tersebut sebagian besar diperoleh dari kemampuan membaca. Dalam kehidupan modern, jika tidak terus menerus memperbarui pengetahuan dan keterampilannya, orang mungkin akan mengalami kesulitan dalam mempperoleh lapangan pekerjaan yang layak.
Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai kemampuan bidang studi. Jika anak pada usia sekolah permulaan tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studii pada kelas-kelas berikutnya. Oleh karena itu anak harus belajar membaca agar ia dapat membaca untuk belajar. Meskipun membaca merupakan suatu kemampuan yang sangat dibutuhkan, tetapi ternyata tidak mudah untuk menjelaskan hakikat membaca. Pada dasarnya membaca bukan hanya mengucapkan bahasa tulisan atau lambang bunyi bahasa, melainkan juga menanggapi dan memahami isi bahasa tulisan. Dengan demikian, membaca hakikatnya merupakan suatu bentuk komunikasi tertulis.
Meskipun tujuan akhir membaca adalah untuk memahami isi bacaan, tujuan semacam itu ternyata belum dapat sepenuhnya dicapai oleh anak-anak, terutama pada saat awal belajar membaca. Banyak anak yang dapat membaca secara lancar suatu bahan bacaan tetapi tidak memahami isi bahan bacaan tersebut.
Disleksia berasal dari kata Yunani yaitu “dys” yang berarti kesulitan dan “leksia” yang berarti kata-kata. Dengan kata lain, disleksia berarti kesulitan dalam mengolah kata-kata. Ketua Pelaksana Harian Asosiasi Disleksia Indonesia dr Kristiantini Dewi, Sp A, menjelaskan, disleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis dan ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat atau akurat dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengode simbol. Terdapat dua macam disleksia, yaitu developmental dyslexia dan acquired dyslexia. Developmental Dyslexia merupakan bawaan sejak lahir dan karena factor genetis atau keturunan. Penyandang disleksia akan membawa kelainan ini seumur hidupnya atau tidak dapat disembuhkan. Tidak hanya mengalami kesulitan membaca, mereka juga mengalami hambatan mengeja, menulis, dan beberapa aspek bahasa yang lain. Meski demikian, anak-anak penyandang disleksia memiliki tingkat kecerdasan normal atau bahkan di atas rata-rata. Dengan penanganan khusus, hambatan yang mereka alami bisa diminimalkan. Dan acquired dyslexia didapat karena gangguan atau perubahan cara otak kiri membaca.
Disleksia biasanya terjadi pada anak-anak dengan daya penglihatan dan kecerdasan yang normal. Anak-anak dengan dyslexia biasanya dapat berbicara dengan normal, tetapi memiliki kesulitan dalam menginterpretasikan “spoken language” dan tulisan. Disleksia cenderung diturunkan dan lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki. Disleksia terutama disebabkan oleh kelainan otak yang mempengaruhi proses pengolahan bunyi dan bahasa yang diucapkan. Kelainan ini merupakan kelainan bawaan, yang bisa mempengaruhi penguraian kata serta gangguan mengeja dan menulis.
Gejala disleksia sendiri di Indonesia semakin meluas dan merajalela terutama pada daerah tertinggal yang kurangnya pemahaman tentang gejala-gejala disleksia. Disleksia biasanya dialami oleh anak-anak usia 7-8 tahun yang masih berada dibangku Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar. Maka dari itu sebagai generasi muda yang akan menjadi Agent Of Change harus mampu dan bisa menyetarakan keadaan pendidikan untuk masa depan yang ada di indonesa,tanpa adanya perbedaan ras,suku dan bahasa.
Kesulitan membaca atau biasa disebut dengan Disleksia ini dapat diatasi dengan berbagai cara,seperti memberikan terapi,memberikan perhatian khusus dan memberikan pembelajaran yang menarik kepada peserta didik agar dapat mengikuti pembelajaran. Selain itu orang tua dalam mengatasi disleksia pada anak, sangat berperan penting dalam meningkatkan kemampuan anak. Ternyata benar apa yang ditemukan oleh Glenn Doman dari penelitiannya selama berpuluh-puluh tahun di 100 negara di 5 benua bahwa seorang anak akan belajar membaca lebih cepat apabila mereka belajar di usia yang lebih muda (How to Teach Your Baby to Read; 1987). Hanya memang mengajar anak yang lebih muda memerlukan kesabaran ekstra, selain pengetahuan kependidikan yang cukup.
Langkah sederhana yang dapat dilakukan adalah membacakan buku yang menarik minat anak. Kegiatan ini dapat dilakukan berulang kali sampai anak terbiasa dengan teks dalam buku. Orang tua dianjurkan untuk tidak mencela anaknya jika melakukan suatu kesalahan. Selain itu peserta didik dapat diajarkan membaca dengan sebuah permainan Wishper Letter atau permainan berbisik huruf. Dalam permainan ini peserta didik berperan aktif dan dapat dengan mudah memahami berbagai huruf juga ejaan kata dan kalimat.
ditulis oleh:
Yunda Anissatul Walid
disunting oleh:
Yunda Anissatul Walid
dipublikasikan oleh:
Sekretaris Umum HMI KIP UMM
Komentar
Posting Komentar