Kualitas Pendidikan di Indonesia

KUALITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA

Nurlaily Rahmatika

Bangsa Indonesia saat ini sedang dihadapkan pada persoalan-persoalan kebangsaan yang sangat krusial dan multidimensional. Hampir semua bidang kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat mengalami krisis yang berkepanjangan. Reformasi yang digulirkan bangsa Indonesia melalui gerakan mahasiswa sejak 1998 hingga saat ini masih belum menuai hasil yang memuaskan. Di sana sini masih banyak kita jumpai berbagai masalah dan krisis yang tak kunjung reda. Banyak kalangan yang berpendapat bahwa persoalan-persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia disebabkan oleh kualitas SDM bangsa Indonesia yang rendah, baik secara akademis maupun nonakademis, menyebabkan belum seluruh masyarakat Indonesia dapat berpartisipasi menyumbangkan potensinya baik potensi fisik maupun nonfisik dalam pelaksanaan pembangunan sesuai dengan keahlian dan bidangnya masing-masing.

Perkembangan perluasaan kesempatan memperoleh pendidikan saat ini telah mencapai tahapan yang membesarkan hati. Namun dilihat dari segi kualitatif pada saat yang sama, dunia pendidikan masih dihadapkan dengan adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Harapan yang diberikan kepada dunia pendidikan demikian tinggi, tetapi pada saat yang sama, para pengamat dan pemerhati pendidikan selalu mengumandangkan sinyal, elemen, dan pandangan tentang rendahnya mutu/kualitas pendidikan dan berbagai pandangan yang pesimistis.

Untuk melaksanakan pendidikan yang memiliki arah dan tujuan yang harus dicapai melalui pembangunan disemua bidang, termasuk bidang pendidikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan sekolah yaitu ada tidaknya kurikulum nasional, ada tidaknya ruang laboratorium yang berfungsi sebagai ruang praktikum dan prosentase jumlah guru yang mengajar dibawah 5 tahun.

Kualitas pendidikan di Indonesia dianggap oleh banyak kalangan masih rendah. Hal ini bisa dilihat dari beberapa indikator. Pertama, lulusan dari sekolah atau perguruan tinggi yang belum siap memasuki dunia kerja karena minimnya kompetensi yang dimiliki. Kedua, peringkat Human Development Index (HDI) Indonesia yang masih rendah (tahun 2004 peringkat 111 dari 117 negara dan tahun 2005 peringkat 110 di bawah Vietnam dengan peringkat 108). Ketiga, laporan International Educational Achievement (IEA) bahwa kemampun membaca siswa SD Indonesia berada di urutan 38 dari 39 negara yang disurvei. Keempat, mutu akademik antarbangsa melalui Programme for International Student Assessment (PISA) 2003 menunjukkan bahwa dari 41 negara yang disurvei untuk bidang IPA, Indonesia menempati peringkat ke-38, semntara untuk bidang Matematika dan kemampuan membaca menempati peringkat ke-39. Jika dibandingkan dengan Korea Selatan, peringkatnya sangat jauh, untuk bidang IPA menempati peringkat ke-8, membaca peringkat ke-7, dan Matematika peringkat ke-3. Kelima, laporan World Competitiveness Yearbook tahun 2000, daya saing SDM Indonesia berada pada posisi 46 dari 47 negara yang disurvei. Keenam, posisi perguruan tinggi Indonesia yang dianggap favorit, seperti Universitas Indonesia dan Universitas Gajah Mada hanya berada pada posisi ke-61 dan 68 dari 77 perguruan tinggi di Asia (Asiaweek, 2000). Ketujuh, ketertinggalan bangsa Indonesia dalam bidang IPTEK dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand.

       Dari beberapa indikator tersebut, ada beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Pertama, pemerintah menanggung biaya minimum pendidikan yang diperlukan anak usia sekolah baik negeri maupun swasta yang diberikan secara individual kepada siswa. Kedua, optimalisasi sumber daya pendidikan yang sudah tersedia, antara lain melalui double shift (contoh: pemberdayaan SMP terbuka dan kelas jauh). Ketiga, memberdayakan sekolah-sekolah swasta melalui bantuan dan subsidi dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran siswa dan optimalisasi daya tampung yang tersedia. Keempat, melanjutkan pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) dan Ruang Kelas Baru (RKB ) bagi daerah-daerah yang membutuhkan dengan memperhatikan peta pendidiakn di tiap-tiap daerah sehingga tidak mengggangu keberadaan sekolah swasta. Kelima, memberikan perhatian khusus bagi anak usia sekolah dari keluarga miskin, masyarakat terpencil, masyarakat terisolasi, dan daerah kumuh.  Keenam, meningkatkan partisipasi anggota masyarakat dan pemerintah daerah untuk ikut serta menangani penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.

Untuk itu, partisipasi masyarakat dalam pembangunan sangat penting dan diperlukan. Sebab, keberhasilan pembangunan hanya dapat tercapai jika masyarakat berpartisipasi aktif dalam seluruh kegiatan pembangunan. Hanya dengan kualitas SDM yang tinggi, persoalan-persoalan bangsa setahap demi setahap dapat terselesaikan dengan baik. Menilai kualitas SDM suatu bangsa secara umum dapat dilihat dari mutu pendidikan bangsa tersebut. Karena pada masa kini, di seluruh dunia timbul pemikiran baru terhadap status pendidikan. Pendidikan diterima dan dihayati sebagai kekayaan yang sangat berharga dan benar-benar produktif, sebab pekerjaan produktif masa kini adalah pekerjaan yang didasarkan pada akal, bukan tangan.












ditulis oleh:
Yunda Nurlaily Rahmatika
Yunda Anissatul Walid
dipublikasikan oleh:
Sekretaris Umum HMI KIP UMM

Komentar